Teddy Bear

Oleh Rai Inamas Leoni

Aku menatap kosong lembar jawaban matematika diatas mejaku. Semua rumus yang aku pelajari semalam menguap begitu saja. Kulirik jam dinding, tinggal sepuluh menit untuk menyelesaikan lima soal ini. Sementara beberapa siswa sudah selesai mengerjakan soal dan mulai meninggalkan bangku mereka. Kupandangi kertas jawabanku, tak ada yang berubah. Tetap kertas putih yang hanya tertulis lima soal tanpa jawaban. Aku tertunduk lesu lalu perlahan kupejamkan mataku. Berharap semua bisa berubah…

***

Prang!!!! Bunyi vas bunga terdengar nyaring menyentuh lantai . Otak ku segera memperoses apa yang terjadi. Aku tau suara vas berasal dari ruang tamu dan tentu saja Ayah pasti kalah judi sialan itu. Buru-buru aku mengunci pintu kamar rapat-rapat. Kupeluk kamus Bahasa Inggris ku, berharap benda ini dapat melindungiku dari sesuatu. Mengingat sebulan terakhir keadaan rumah tak ubahnya seperti neraka.

“Dasar anak tak tau diri!! Sudah Ayah bilang untuk berhenti sekolah dan mulai mencari pekerjaan. Lihat kalau begini nasi pun tak ada!!” Teriak Ayah dari ruang tamu. Kudengar Ayah mulai membanting sesuatu lalu memaki segala jenis penghuni kebun binatang.

“Dimana kamu Tasya?! Tasya!!!” Ayah mulai kehilangan kendali. Detik berikutnya pintu kamarku yang menjadi sasaran. Ayah mulai menggedor pintuku dan mulai meneriaki segala ancaman jika aku tidak membukakan pintu. Percuma Ayah, aku selalu berlajar dari pengalaman, aku tak mau teman-temanku melihat pipiku memar lagi. Ujarku dalam hati.

Aku menghela nafas lalu berjalan menuju tempat tidurku yang terlihat kontras dengan boneka Teddy Bear milik ku. Teriakan Ayah kujadikan sebagai sebuah nyanyian gratis. Sejenak aku memandangi kamar kecil yang baru setahun kutempati.Beda sekali dengan kamarku yang dulu. Walau bukan dari keluarga kaya raya namun kamarku yang dulu berisi fasilitas lengkap seperti lemari, komputer, meja belajar bahkan TV walaupun 14 inci. Sedangkan kamar ini hanya terdapat ranjang kecil yang sudah kusam dan lemari tua di sudut ruangan.

“Hidup yang kejam!” Tanpa sadar aku bergumam pada diri sendiri. Buru-buru aku menutup mulutku dengan boneka Teddy Bear. Rasanya Ayah mendengar ucapanku tadi.

“Ayah tau kamu ada di dalam!! Buka pintunya!!” Ayah berteriak lagi. Namun teriakannya kali ini lebih mirip orang yang sedang mengigau. Rupanya hari ini Ayah terlalu banyak minum. “Tau begini aku tak akan mengadopsi anak brengsek ini. Dasar anak sialan!” Usai berkata demikian, Ayah mulai bernyanyi lagu-lagu yang tak pernah kudengar lalu beranjak pergi menuju ruang tamu. Sudah menjadi kebiasaan Ayah menyanyikan lagu-lagu yang aneh jika sedang mabuk berat. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Ayah, juga karena efek alkohol bukan?

“Karena anak sialan itu istriku kabur dengan lelaki lain, usaha yang kubangun susah payah juga bangkrut karenanya.” Sejenak Ayah tertawa. “Benar-benar anak pembawa sial. Pantas orang tua kandungnya tak mau mengasuhnya…” Ujar Ayah seolah-olah berbicara dengan orang lain.Aku membeku mendengar ucapan Ayah.Sakit rasanya mendengar hal yang selama ini tak ingin aku dengar.
***

Matahari sudah terbenam sekitar beberapa jam yang lalu ketika aku menyusuri sebuah gang kecil. Rumah ku yang baru terletak di ujung gang kecil ini, luas rumah itu hanya setengah dari luas rumahku yang dulu. Aku menendang kerikil yang ada di depanku.Rasanya dunia memusuhi ku akhir-akhir ini. Semua berawal dari usaha Ayah yang ditipu seseorang setahun yang lalu. Ayah mengalami kerugian yang besar hingga tak mampu membayar hutang di bank, yang awalnya digunakan untuk modal usaha. Lalu semua berjalan begitu saja seperti mimpi buruk. Rumah kami disita oleh pihak bank, Ayah membeli rumah kecil dengan uang tabungan yang tersisa, Ibu membuat kue kering dan menjual kepada tetangga sementara Ayah mencari pekerjaan baru.

Aku tak tau apa yang terjadi dengan Ayah selanjutnya. Ayah yang dulu ku kenal ramah dan humoris berubah menjadi Ayah yang suka berjudi dan mabuk. Sering ku dengar Ayah dan Ibu bertengkar karena Ayah meminta uang untuk berjudi hingga berujung pada perceraian mereka. Setelah perceraian itu biaya sekolah hingga makan sehari-hari ditanggung Ibu yang sebulan sekali mengirimi aku uang. Sebenarnya Ibu sudah berkali-kali menyuruhku ikut dengannya, mengingat usaha kue Ibu berkembang pesat apalagi kini Ibu sudah menikah. Namun aku selalu menolak karena tak tega meninggalkan Ayah sendiri. Aku tersenyum pedih mengingat semua hal itu. Ayah? Ibu?

“Mereka bukan orangtua ku!!”Teriak ku parau.Ya, aku bukan anak kandung mereka. Orangtua kandungku tega meninggalkan ku di panti asuhan ketika usia ku menginjak 3 bulan. Kemudian saat aku berumur 7 tahun, Ayah dan Ibu datang untuk mengadopsiku. Sejak saat itu aku menjadi anak mereka. Ayah sering membelikan boneka Teddy Bear untuk ku, mulai dari ukuran terkecil hingga yang paling besar. Sementara Ibu selalu menjadikanku sebagai asisten koki saat beliau membuat kue. Ayah dan Ibu sangat menyayangiku seolah-olah aku ini anak kandungnya. Kami benar-benar keluarga yang bahagia. Tapi itu dulu. Kini semua telah berubah.

“Nak Tasya..” Panggil seseorang dari belakang. Aku menoleh dan mendapati Pak Kino tersengal-sengal seperti dikejar setan. Saat itu aku baru menyadari bahwa aku sudah berada di depan rumahku.

“Ada apa ya Pak Kino?” Tanyaku sopan.Pak Kino adalah pemilik rumah sebelah.

“Anu.. Bapak baru saja..dari rumah sakit..” Ujar Pak Kino terbata-bata sambil mengatur nafas.

“Bapakmu ada di rumah sakit.. Bapakmu dikeroyok penagih hutang..”

Aku diam mendengarkan penjelasan Pak Kino?Penagih hutang?Pasti hutang judi.Bukankah lusa lalu penagih hutang sudah mengambil semua barang-barang di rumah?Radio, televisi, bahkan kursi pun juga diambil.Ragu-ragu aku menatap Pak Kino.

“Rumah sakit mana?”Tanyaku lirih.Tanpa sadar mataku terpaku pada boneka yang bergelantung di tangan Pak Kino.
***

“Dokter pasti salah!! Ayah saya masih hidup!!” Teriakku memecah keheningan.Bibirku bergetar, pandanganku buram.Tangan kananku memegang boneka Teddy Bear berukuran kecil yang sudah terciprat darah.Namun bentuknya sudah tak karuan seperti sudah terinjak.Boneka ini ditemukan Pak Kino saat menyelamatkan Ayahku dari orang-orang suruhan Bandar judi.

“Ayahku masih hidupkan, Pak Kino? Dokter ini pasti bercanda kan?” Tanyaku pada Pak Kino.Pak Kino menatapku nanar, seolah tak mampu berbicara padaku.

“Maafkan saya, saya sudah berusaha semampunya. Namun Ayah anda terlalu banyak kehilangan darah. Terjadi pendarahan hebat di bagian otak beliau akibat terbentur benda tumpul.”Dokter berusaha menenangkanku.

Tak kuhiraukan pandangan orang-orang yang menatapku dengan prihatin.Kaki ku dengan cepat menerobos masuk ruang UGD. Kulihat Ayah terbujur kaku diatas tempat tidur. Matanya terpejam damai walau wajahnya mengalami memar.“Ayah…” Ucapku lirih. “Ayah pasti sedang tidur kan? Besok pagi Ayah akan bangun lalu meminta uang kepadaku untuk judi sialan itu kan?” Tanyaku pelan.Dua suster menarikku untuk menjauh dari Ayah.Dengan kasar aku menepis tangan mereka kemudian berjalan menghampiri Ayah.

“Ayah bangun!!!!” Teriak ku kesetanan.“Ayaaah!!!!”Aku mulai mengguncang-guncang tubuh Ayah.Tanpa sadar tanganku bersentuhan dengan lengan Ayah.Dingin. Aku tak mampu merasakan kehangatan yang dulu sering Ayah berikan. Saat aku berulang tahun, saat aku mendapatkan rangking, atau saat Ayah membelikanku sebuah boneka. Rasa hangat itu telah hilang, telah memudar.Sebuah teriakan menyadarkan ku.Entah sejak kapan Ibu ada disebelahku. Memeluk ku sambil menangis meneriaki nama Ayah. Di samping Ibu, aku melihat Oom Dharma yang tertunduk lesu.Oom Dharma adalah seseorang yang sudah menggantikan posisi Ayah di mata Ibuku.Aku merasa wajahku mulai memanas.

“Ayaaaah… Jangan pergi…” Ujarku pelan lalu menangis sambil memeluk boneka Teddy Bear.
***

Aku membuka mata.Semua sudah berubah, ujarku dalam hati.Sebulan berlalu sejak kematian Ayah. Orang yang mengkeroyok Ayah sudah ditangani pihak berwajib. Aku memutuskan untuk menerima tawaran Ibu untuk tinggal bersamanya.Lagi pula Oom Dharma orang yang baik. Ayah pasti sedang tersenyum menatapku kini, tentu saja dari suatu tempat yang bernama surga. Aku tak peduli Ayah merupakan orang tua angkat ku. Bagiku Ayah ya Ayah. Seseorang yang selalu memberikan kehangatannya melalui boneka-boneka Teddy Bear, boneka favoritku dari kecil.

Tak tau apa yang terjadi, dalam sekejap aku bisa mengingat semua rumus yang semalam aku pelajari. Dengan lincah tanganku menulis rumus, lalu memasukan angka-angka dan mulai menghitung. Aku baru menyelesaikan tiga soal ketika Bu Risna, guru matematika di SMA Bhineka, menyuruh semua siswa untuk mengumpulkan kertas ulangan. Kudengar nada-nada kecewa dari beberapa teman. Ternyata bukan hanya aku yang tidak berhasil menjawab semua soal. Tak sengaja aku menatap ke luar jendela. Langit pagi ini terlihat cerah. Aku tersenyum dan mulai beranjak meninggalkan bangku ku. Ayah, berjanji lah untuk bahagia disana. Bisikku dalam hati lalu berjalan menghampiri teman-temanku.
SELESAI

Rai Inamas Leoni
SMAN 7 Denpasar
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen Cinta Sedih / Rai Inamas Leoni dengan judul Cerpen Sedih: Teddy Bear. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://cerpen.gen22.net/2012/10/cerpen-sedih-teddy-bear.html. Terima kasih!

Cerpen Cinta Sedih: SEMUA TENTANG KITA


Karya Putri Ayu Paundan

Cerpen Cinta Sedih
Namaku natasya, aku pernah mencintai seseorang dengan tulus. Tapi, semua ketulusan cintaku padanya berakhir sia-sia.
“Natasya, jangan sedih terus dong. Senyuum.” kata sahabatku dewi sambil mencari tisu di meja rias kamarku
“gue gak bisa dew, gue ga terima dia ninggalin gue, pergi gitu aja tanpa pamit.”
Arya adalah seorang cowok yang sangat aku sayangi, dia pergi meninggalkanku tanpa alasan. Akupun baru tau kepergiannya setelah sehari dia pergi. Dia juga tak pernah mengabariku kenapa ia pergi. Yang ku tau, Arya harus meninggalkan sekolah lamanya bersamaku karna dia di tuntut kedua orang tuanya untuk tinggal di pesantren , tepatnya di daerah lampung. Akupun terpukul mendengarnya.
“sya, lo gak bisa terus-terusan mikirin arya kaya gini. Dia itu gamau bilang kepergiannya karna dia gamau liat lo sedih. Coba kalo dia tau lo sedih kaya gini. Gimana sya.”
“tapi gue kecewa banget wi, lo ga ngerti perasaan gue.”
Sehari sebelum arya pergi, teman-teman sekelasku sebenarnya sudah tau akan kabar bahwa arya akan pindah dari sekolah. Tapi arya melarang mereka semua untuk memberitahuku dan merahasiakan semuanya. Ini juga karena arya gak ingin buat aku bersedih. Tapi justru malah sebaliknya .
***

Seminggupun berlalu, aku masih belum bisa menerima semua ini. Disekolah rasanya sepi tak ada arya di sisiku yang biasanya setiap hari menyapaku, tertawa bersama. Arya juga tak pernah mengabariku dia menghilang begitu saja. Sampai sekarang aku belum bisa memaafkannya sebelum aku tau alasannya mengapa dia tak memberitahuku tentang kepergian dan kepindahannya ke lampung. Aku mencoba melupakannya tapi aku tak bisa, perasaan ini menyiksaku. Semakin aku mencoba melupakannya, semakin aku tak bisa menghapus kenangan Arya dari hatiku.
“sya, maafin gue ya gue gak bilang sama lo . sebenernya gue udah tau Arya mau pindah dari sekolah, tapi Arya ngelarang gue buat bilang sama lo, katanya dia gak mau buat lo sedih. Lo pasti bisa dapetin yang lebih dari dia. Itu pesan arya buat lo.” Kata eza sahabatnya arya.
Saat eza bilang semua itu kepadaku entah mengapa, hatiku gak bisa menerimanya. Aku menyayangi arya, hanya arya yang selalu ada di hatiku, dan dia yang terbaik untukku. Itu menurutku.
“lo jahat za, kenapa lo gak bilang sama gue dan harusnya lo tuh ngerti.”
“iya, maafin gue sya. Gue salah, tapi mau gimana lagi arya udah pergi dan asal lo tau sya. Dia sayang banget sama lo. Dia sebenernya gamau pindah, tapi karna desakan orang tuanya dia pindah ke pesantren.”
“ gue kecewa za sama dia. Kenapa dia gak bilang dari awal?”kataku lemas
Aku meninggalkan eza yang masih diam membisu diambang pintu kelasku. Aku gak mau mendengar semuanya lagi. Aku udah cukup kecewa dengan semua ini. andaikan waktu bisa berhenti berputar untuk saat ini, aku ingin kembali dan melihat arya untuk terakhir kali.
***

Pagi hari di kelas,
Seiring berjalannya waktu meskipun arya tak pernah mengabariku, dan mungkin dia sudah lupa denganku. Yaa, begitupun aku masih terus mencoba melupakannya. Hari-demi hari kujalani semuanya seperti normal dulu sebelum arya pindah dari sekolah ini. Aku hanya bisa mencoba untuk ikhlas dengan yang ku jalani sekarang. Andaikan ini semua mimpi, aku tak mau ini semua akan terjadi. Tetapi apa daya semuanya bukan mimpi, ini nyata.
“sya...” panggil seseorang dari tempat duduk belakang dan ternyata itu eza , dia berjalan menghampiriku
“apaan za?’’ kataku
“sya, kemaren arya chat gue nanyain lo.”
“terus?”
“kok terus?”
“iyaa, terus kenapa? Apa urusannya sama gue?”
“adalah ”
“apaan?” tanyaku sinis
“dia masi nungguin lo.”
“oh.” Jawabku singkat
“dih ngeselin nih anak, emang lo gamau tau kabarnya dia?”
“ah gatau gue, gue bingung sama dia , dia bilang sayang sama gue tapi apaan ninggalin gue gitu aja dan udah seminggu lebih gue gatau kabarnya.”
“yaa lo tanya lah kabarnya gimana?”
“ngapain ah za, gue cewek gengsi kali nanya ke cowo duluan.” Kataku agak jengkel
“gue bingung ama lo berdua, lo sama arya sama-sama sayang, tapi gak ada yang mau mulai duluan. Gimana kalian mau jadian kalo sama-sama gengsi. Cinta, tapi munafik. ”
“harusnya dialah, minta maaf enggak , kabarin gue juga enggak. Kalo gue disuruh milih untuk kenal sama dia atau gak, gue akan lebih milih enggak dari pada gue harus sakit hati kaya gini akhirnya...gue malah kecewa banget.”
“yaaa, kemaren dia nanyain kabar lo, ya gue jawab lo sedih banget dia pindah.”
“lo jujur amat si za, aaaah tau deh.”
***

Hari terus berganti, meninggalkan semua kisah yang ada begitupun kisah ku dengan arya , aku bertekat untuk melupakannya. Aku udah cukup kecewa dengan semua ini. Setiap kali aku berdoa, mendoakannya untuk kembali bersama ku lagi seperti dulu tapi itu semua tak mungkin. Aku memang mencintai arya, tetapi tak pernah arya jujur akan rasa sayang dan cintanya kepadaku, selalu eza yang bilang kepadaku setiap kali arya curhat kepadanya. Aku bingung dengan semua ini, mencintai seseorang tanpa sebuah kepastian yang pasti.
Tuhan..... jika memang dia yang terbaik untukku, jagalah dia disana tuhan...
Jagalah hatinya untukku, dan jagalah hatiku untuknya...
Aku disini hanya bisa mendoakannya, melihat nya dari kejauhan...
Ini berat untuk ku jalani Tuhan... jauh dari seseorang yang aku sayangi.....
Aku menyayangi dan mencintainya... tabahkan hatiku Tuhan...
Tuhan .. hanya satu pintaku, jagalah iya saat aku jauh dari sisinya.... :’)
Setiap malam setiap ada kesempatan aku berdoa dan menangis, akankah cintaku padanya akan kembali seperti dahulu menjalani hari-hari dengan penuh canda maupun tawa. Cinta ini membunuhku...kau adalah mimpi takkan pernah ku gapai.
***

Sebentar lagi liburan semester tiba, 6 bulan sudah berlalu. Sebenarnya momen-momen itulah yang selama ini ku tunggu. Karna liburan sekolah Arya pasti pulang ke Jakarta dan ada kemungkinan kita akan bertemu lagi. Tetapi , mendengar kabar kalo Arya pasti akan pulang ke Jakarta hatiku biasa saja. Tidak ada getaran-getaran seperti dulu saat aku bersamanya, mungkin karena selama 6 bulan ini aku sudah terbiasa tanpanya, yaa meskipun awalannya aku sangat terpukul dan kecewa juga sedih. Tapi sekarang aku sudah mempunyai seseorang yang bisa menggantikan hati Arya di hatiku yaitu Aka sudah 6 bulan juga aku mengenalnya. Aka datang di kehidupanku ketika hatiku sedang hampa dan kosong tanpa arah. Dia menyembuhkan luka di hatiku, awalnya aku memang tak bisa melupakan Arya karna bagaimanapun juga Arya akan selalu tinggal di hatiku. Saat kepergian Arya, Aka lah yang selalu menemani hari sepiku selama 6 bulan aku mengenal Aka, bagiku dia adalah seorang cowok yang baik , pengertian, dan sabar. Sudah 3 kali Aka menyatakan perasaannya padaku , tetapi tak pernah ku jawab aku hanya bilang kepada aka kalo aku masih mengejar sesuatu. Aka pun mengerti, walaupun dia tak pernah tau aku masih menunggu seseorang , yaitu Arya. Dan Aka masih setia menunggu hatiku. Dan akupun janji akan menjawabnya, aku menerima cintanya atau tidak saat ulang tahun Aka nanti.
***

Pagi di sekolah,
“besok kita bagi rapot sya.” Kata dewi sahabatku
“iya , gue takut nih jadinya masuk jurusan apa wi.”
“udah yakin lo pasti IPA. “
“yaa mudah-mudahan aja kalo kita bisa satu kelas lagi, lo IPA dan gue juga.”
“amiin.”
“haaai semua.” Sapa eza sambil duduk di sebelahku
“apaan si za, JB JB aje.” Kata ku
“hahaha.... lagi ngomongin apaan si? Serius amat?” eza tertawa pelan
“jurusan za...” kata dewi
“oh gitu yaa... lo pasti mah IPA, kalo gue sih maunya IPS.”
“yaa amin-amin mudah-mudahan kita masuk yaa.” Kataku
“iyaa amin .” kata mereka berdua
“eh sya, btw gimana perasaan lo sekarang sama Arya?”tanya eza kepadaku
“yaaah, lo ngomongin Arya lagi.” Jawabku lemes
“dia selau nanyain keadaan lo sama gue sya, ya gue jawab lo baik. Arya juga bilang kenapa dia gak nembak lo. Katanya dia , dia gamau nyakitin lo lagi emangnya lo mau pacaran jarak jauh sama Arya? Arya takut lo nolak dia, kalopun lo nerima dia, kasian elo nya arya gak pernah ada di samping lo . lo tau kan pesantren gimana? Dia pulang juga pas liburan.”
“yaaa.. gue tau. Status menurut gue gak penting. Yang gue mau komitmen za. Kepastian. Dia sayang sama gue tapi dia gak pernah bilang ataupun jujur sama persaannya sama gue. Gimana gue mau percaya sama dia, bisa aja kan dia pacaran disana atau udah punya cewek pengganti gue? Gue yakin za. lagian 6 bulan udah berlalu. Gue mungkin bisa lupain dia, tapi gue gak akan bisa ngelupain semua kenangan tentang kita”
“oh iya, liburan dia kesini sya. Dia pengen ketemu sama lo.”
“gue gamau lah za, udah cukup yang dulu2 gue gamau nantinya keinget dia lagi. Sekarang gue udah punya yang lain, meskipun gue belum jadian sama dia. Tapi kita udah deket semenjak Arya ninggalin gue.”
“siapa?” tanya eza
“aka namanya za, dia ganteng putih jago main basket dan juga jago futsal.” Kata dewi yang menambah pembicaraan suasana menjadi semakin hangat
“serius lo sya?” tanya eza tak percaya
“iya, gue serius dan suatu saat kita pasti akan jadian.” Kataku padanya
“jujur nih gue sya sama lo Arya disana banyak yang nembak dan banyak yang sukain. Lo mau tau semua cewek yang nembak dia banyak, terus dia tolak. Adapun anak SD nembak dia, dan katanya mirip sama lo.”
“terus di terima?” kata dewi sahabat ku, yang duduk di sampingku sembari membaca novel
“gue belom tau kabarnya. setau gue sih dia belum jawab mau nerima tu cewek apa enggak.”
# Bel pun berbunyi
***

Pagi hari,
Hari ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu mama ku sudah bersiap-siap untuk mengambil rapotku. ketika sampai di sekolah , aku berpapasan dengan eza. eza tak melihatku mungkin dia gak sadar seseorang yang berpapasan dengannya itu aku. Setelah pembagian hasil rapot selesai ternyata alhamdullilah akhirnya aku masuk jurusan IPA, jurusan yang selama ini aku cari dan sudah aku rencanakan.
“sya, tar abis bagi rapot main yuk.” Kata sari teman dekatku
“okeey, siapa aja?” tanyaku
“banyak lah. Pokoknya.”
“okedeh.”
“lo udah bagi rapot?” tanyanya
“udah nih,”
“wesss... ipa nih ye. Slamet yaa.”
“lo emang belom?” tanyaku
“belom, tar abis ini.”
“oh okey, emng kita mau main apa?”
“main UNO aja, hehe lo bawa uno?”
“kagak sii, yaudah gue balik dulu yaa..tar samper gue aja.”
***

Siang hari,
“natasya, ayok berangkat main.. anak-anak udah pada ngumpul. Jangan lupa uno nya.”
Aku naik motor di jemput oleh teman dekat ku sari. Setelah beberapa menit sampai di rumah sabi, akhirnya kita semua main UNO
“sabi, si eza gak dateng?”
“gatau sya, katanya mau pergi.”
Sabi adalah teman deketku juga , karna rumahnya adalah basecame kami, tempat kami berkumpul dan bercanda bareng
Tak lama sambil kita memainkan UNO , ada suara motor berhenti di rumah sabi. Ici temen ku keluar dan membuka pintu. Ku lihat dari arah jendela ternyata eza, tetapi disana ada seseorang lagi. Memakai helm dan sepertinya aku mengenalnya, Cuma dari jendela tidak terlalu kelihatan. Seseorang itu melepas helm nya dan ternyata... OMG ! batinku...... ternyata seseorang itu adalah...
“sya, ada Arya tuh.”
“hah ? serius lo sab?”
“iya serius gue, tuh anaknya kesini kan.”
Oh Tuhaan.... apa salahku, aku tak ingin bertemu dengannya. Tetapi sekarang kita malah di pertemukan. Apa ini takdirku Tuhan.. untuk bertemu dia lagi. Deg..... tiba-tiba saja terasa jantungku berhenti, getaran ini sudah lama tak kurasakan. Sangat berbeda sekali bila aku dekat dengan aka, tidak ada getaran seperti ini. ada apa ini?” batinku
“sorry sya, dari awal kita semua sudah ngerencanain ini, untuk nemuin lo sama Arya.”
Aku dan arya hanya tersenyum tipis. Tapi aneh sikapnya Arya, dia bener-bener berubah. Dia tak menyapaku. Bahkan menegurku itupun tidak. Apa yang terjadi Tuhan batinku. Apa dia sudah menemukan yang lain? Entahlah.... selama kita semua ngobrol, tetapi aku dan arya tidak juga saling tegur sapa, kenal.. tapi kaya ga kenal.. Arya seperti orang asing dalam hidupku.
“sya, arya kalian berdua diem aja..” ledek mereka
“ayodong kangen-kangenan apa kek gitu?” kata ici teman dekatku yang juga ikut meledek
“tau lo ya, udah ada orangnya malah di cuekin. Giliran ga ada malah nyariin.”ledek eza
“apaansih lo za, gajelas.” Jawabku sinis
“yee lo berdua tuh cinta, tapi munafik. Sama-sama cinta tapi malu-malu gak ada yang mau mulai duluan. Gininih jadinya cuek-cuekan kalo ketemu.”
Kenapa harus gue yang mulai duluan apa musti gue yang negur duluan? Siapa yang buat salah ? gue kah? Atau dia? Yang ninggalin gue siapa? Yang buat gue sedih siapa? Yang buat gue kecewa dan sakit hati siapa? Harusnya lo sadar Arya ! batinku meringis.
“yaudah lah za, kalo mereka emang mau diem-dieman.” Kata sabi
Aku hanya tersenyum ke arah mereka yang menatapku juga Arya. Setiap kali aku memergoki arya melirikku, dan aku juga meliriknya batinku nangis apa iya arya gak kangen sama aku, atau minta maaf? Tapi apa nyatanya... itu tidak sama sekali !! yang ku lihat dari sorotan matanya masih ada cinta dan rindu dihatinya. Akupun merasakan itu. Tatapannya, masih seperti dulu, dingin tetapi penuh arti dari sorotan matanya penuh keteduhan. Andai saja tatapan ini bisa membunuh, mungkin aku sudah terkapar olehnya.
Akhirnya kita semua main UNO , mainan yang biasa kita mainin kalo gak ada mainan yang bisa dimainin . kita anak SMA tetapi masih main kartu UNO, yaa walaupun UNO buat semua umur. Eza pun membagikan kartu UNO nya. Dan kita semua main. Ternyata seiring berjalannya waktu, pertama sari keluar menang, disusul sabi, disusul eza, dan yang terakhir ici, yang salalu main UNO keringetan. Main UNO aja kok keringetan? Dan yang tersisa hanya aku dan aray. Permainan semakin menegang. Belom ada kepastian siapa yang menang aku ataupun aray.
“ayodong menangin sya.” Teman-temanku menyemangatiku. Begitupun aray yang sibuk dengan kartu-kartunya .
“udeh lo pasti menang deh ray.” Kata eza yang malah membela aray di banding aku
“eh belom tentuu.” Kataku , daaaannnn.....
“UNO ! “ aray mengucapkan kata itu bentar lagi dia menang karna kartunya tinggal satu 4+ ternyata.”
aku pun kalah saat permainan itu. Tapi taapalah ini hanya sebuah permainan, akhirnya kita semua tertawa bersama.
bahagia itu sederhana ... walaupun aku dan aray tak saling tegur sapa bahkan saat bermain aray tak juga menatapku. Tetapi dengan melihat aray tersenyum atas kemenangannya padaku. Aku sudah senang.” #Bahagiaitusederhana aku mungkin saja melupakanmu ketika kau pergi, dan jauh disana..tetapi cinta, perasaan kembali ada ketika kau datang
waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. Karna hari sudah sore akhinya kita semua memutuskan untuk pulang. Pertemuan yang sangat singkat antara aku dan juga Aray. Sampai pulang kita berdua juga gak ngobrol dan saling cuek-cuekan. Yaa... itulah aray dingin dan sangat cuek
***

Malam ,
Aku masih teringat pertemuan singkat tadi siang. Ini semua seperti mimpi ataukah aku bermimpi?? Sambil memeluk boneka dan tepar di atas kasur aku memutar kembali saat 6 bulan yang lalu , saat aray meninggalkanku, dan pergi begitu saja tanpa kabar. Dan sekarang dia ada disini menemuiku. Aku tak mengerti apa maksudnya
dret.. dret... ponselku bergetar, tanda sms masuk dan ternyata itu dari Aka.
“natasya.. malem.. apa kabar?”
“hei, baik kok Aka.”
“oh gitu syukur deh.”
“besok bisakan dateng kerumah Aka sya?”
Ya Tuhan.. aku lupa besok tanggal 26 adalah hari ulang tahunnya Aka. Untung saja aku sudah menyiapkan kado untuknya jauh-jauh hari.
“okey, besok natasya dateng kok.”
“mau aka jemput?”
“okeh” diakhiri percakapan pendek itu di sms dan akupun tertidur
***

Esok hari,
Jam 10:00 aka sudah sampai di depan pager rumahku. Aku pun pergi kerumahnya di boncengin naik motor satria nya. Di perjalanan dan di pikiranku kosong, entah apa yang aku fikirkan dan akhirnya setelah beberapa menit di perjalanan kita pun sampai di perumahan blok A rumahnya Aka, disana sudah banyak temen-temennya yang berkumpul. Juga sahabat ku putri.
“ka. Ini kado buat kamu.”
“yaampun natasya, pake repot-repot.”
“yaa.. gpp kkok.”
Kado yang aku berikan untuk Aka adalah angsa-angsaan biru hasil karya ku sendiri, juga striminan yang bertulisan namanya dan hari ulang tahunnya
“Heemm ikut aku bentar yuk,” tanganku di gandeng aka ke arah taman komplek dekat rumahnya. Aku tak mengerti apa maksudnya. Terlintas tiba-tiba di fikiranku. Aku lupa kalo aku berjanji akan menjawabnya iya atau tidak untuk menjadi pacarnya.
“heem.. mau ngapain ya ka?” tanyaku terbata-bata aku masih tidak tau harus menjawab iya atau tidak untuk menerimanya.
“adadeh.” Jawab aka
Sesampainya di taman yang indah dan penuh bunga berwarna-warni disana terpampang bunga matahari yang menjulang tinggi juga pohon anggur di sekeliling taman. Di temani teman-teman aka juga putri sahabatku. Karna dialah aku bisa kenal dengan aka, setelah kepergian Arya 6 bulan yang lalu. Di tengah lapangan Aka melepaskan gandengannya.
“natasya, bagaimana dengan jawaban kamu ?”
“jawaban? Jawaban apa?” aku pura-pura tak ingat
“jawaban, apa kamu nerima aku? Atau tidak.”
Jleeeeeeebbbbb................
Ternyata Aka benar menagih janji itu. Aku tak tau kenapa bisa jadi begini. Awalnya aku memang sudah hampir bisa MOVE-ON dari arya, tapi apa? Arya datang kembali di kehidupanku. Menemuiku walaupun itu tidak sengaja bertemu. Tapi apa daya, Aka cowok yang selama ini 6 bulan aku gantungi perasaannya masa iya aku tolak. Cinta diantara dua hati itu tidak mungkin! Aku mencintai arya juga aka..
“natasya, kok diem?” tanya aka
“hah? Iya...apa?” kataku terbata-bata
Temen-temen aka yang menonton dan menyaksikan itu mereka semua menyoraki kita berdua... terima...... terima....... aku bingung saat itu.
“kamu nerima aku atau tidak natasya... aku sayang kamu.” Di raih nya tanganku
Setelah beberapa menit aku berfikir, akhirnya
“iya Aka, Aku terima.”entah apa yang ku fikirkan tak sengaja aku mengucapkan kata-kata itu, terlambat sudah......
Yeeeeyyyy jadiaaaaan sorak mereka tambah ramai. Orang-orang yang ada di area taman bingung karena saat itu teman-temannya aka berisik dan rame. Meskipun saat itu aku malu. Aku memutuskan untuk menerima aka karna aku juga suka sama dia , walaupun aku masih mengharapkan arya untuk menjadi kekasihku. Tapi itu semua tidak mungkin , arya hanyalah mimpi bagiku takkan pernah ku memilikinya.
“makasih natasyaaaa..... ini boneka taddy bear buat kamu”
“iya... makasih yaa aka.”
Aku tak menyangka akhirnya aku jadian juga sama aka, bertepatan dengan ulang tahunnya. Dia memberiku boneka taddy bear berwarna warna pink, Teman-teman aka juga memberi memberi selamat ke kita berdua. Taman itu menjadi saksi cinta kita berdua.
***

Kejadian kemarin telah berlalu. Kini aku sudah menjadi milik orang lain . aku mungkin bisa belajar untuk menyayangi aka, namun mungkin tak sepenuhnya karna aku masih mengharapkan cintanya arya entah sampai kapan.
Baru sehari kami berdua jadian, berita itu sudah menyebar sampai ke kuping teman-temanku terutama arya. Arya sudah mengetahui kalo aku sudah jadian , arya pun syok mendengar kabar tersebut yang datangnya dari eza. Eza adalah sahabatku sekaligus sahabat dan teman curhatnya arya . jadi apapun yang terjadi denganku pasti eza tau, dan bakal lapor ke arya.
Ponselku tiba-tiba berdering , ternyata ada tlp dari ici sahabatku.
“halo?” sapanya
“iya ci, tumben tlp ada apa?” tanyaku
“gpp, Cuma mau mastiin aja.”
“apa?”
“lo beneran jadian sama aka? Cowok yang sering lo ceritain itu ke gue?.”
“iya ci.”
“selamet ya sayang.”
“eh iya makasih.”
“oh iya, arya udah tau lo jadian?”
“udah, sepertinya dari eza.”
“iya, gue juga tau dari si eza . Kirain itu boongan ternyata beneran.”
“iya, itu semua bener. Gue jadian kemaren tanggal 26 pas ulang tahunnya ci.”
“hmmm... lo udah tau kalo arya nyusul jadian setelah lo jadian sama aka?”
“apa..?” Aku tersentak kaget . tak sengaja ponselku ku banting ke arah tempat tidur, dan untungnya tidak ke lantai, ku ambil lagi dan kudengarkan apa yang sebenarnya terjadi.
“halo sya?”
“ya maaf, tadi hp gue jatoh. Gue kaget abisnya.” Jantungku tiba-tiba saja terasa sesak dan sakit entah kenapa , aku tak mengerti
“jadi gini, hari ini arya jadian sya”
Deeeg......serangan itu kembali ada
“gak, gue gak tau? Emang dia hari ini jadian? Sama siapa?
“sama anak sana yang katanya mirip sama lo, namanya evina.”
“evina? Semoga dia bahagia.” Ku akhiri percakapan itu , walau singkat tapi menyakitkan bagiku.
sungguh aku tak percaya, dan hari ini tanggal 27, ternyata hari ini jugalah arya jadian sama pacarnya evina. Aku tak mengerti apa maksudnya aray dengan semua ini. Ataukah evina yang katanya mirip denganku itu Cuma sebagai pelampiasannya saja?ataukah arya bener-benar menyayanginya? Entahlah.
Kini semuanya tlah berakhir, meskipun aku tak mengerti jalan fikirannya arya. Tetapi aku yakin, dihati kecilnya arya meskipun sedikit saja, dia masih menyisihkan tempat untukku dihatinya dan menyimpan namaku dihati kecilnya.. begitupun aku, meskipun aku sudah mempunyai seorang kekasih , dan dialah yang membuatku menyadari. Menunggu itu tidak enak, apalagi orang yang kita tunggu gak pernah mencoba untuk meraih kita.sungguh menyakitkan. Mungkin arya sama sepertiku, menjalani semuanya tetapi tidak apa yang dia inginkan.
***

Tiba-tiba saja ponselku bergetar ternyata tlp masuk .
“halo?natasya?Sya, hari ini arya mau pulang.”
“pulang?” ternyata sms itu berasal dari sari yang juga teman baikku
“iya pulang, padahal dia baru sebentar di jakarta. Malah belom sempet kangen-kangenan kan sama lo? Eh tapi gak deh lo berdua kan udah sama-sama punya pacar. Tapi gue sih yakin pasti lo berdua masi saling ngarepin iya kan?”
“gak usah nyindir gitu deh sar.”
“haha.. iya maaf” sari tertawa pelan
“oh iya , lo tlp gue Cuma mau ngasi tau kalo dia pulang?’’
“yaa.. gue sedih banget dia hars pulang dan katanya gak akan balik lagi.”
Deeegggg........... tiba-tiba saja air mataku mulai jatuh perlahan setelah mendengar kabar itu dadaku terasa sesak dan saat ini sulit untuk bernafas
“syaa?” panggilnya
“natasya? Lo gak apa-apa kan? Diem aja?”
‘’eh iya sorry apa tadi yang lo bilang, gue gak denger.”
“arya mau pindah dan tinggal di lampung selama 3 tahun. Dia gak akan balik lagi dan pastinya rumahnya yang disini mau di kontrakin.”
“apa?”
“iya bener, eh udah dulu yaa byee..
Sari mengakhiri percakapannya , aku tak mengerti dengan semua ini.. lagi-lagi arya pergi dan ninggalin aku untuk kedua kalinya, tapi ini berbeda dia gak akan kembali. Ini semua tak mungkin. Ku putar lagu pasto aku pasti kembali, dan lagu itu yang menjadi lagu kita berdua dulu. Teringat aku dan arya sering menyanyikan lagu itu berdua.. di pekarangan sekolah sambil memainkan gitar
Reff : aku hanya pergi tuk sementara..
bukan tuk meninggalkanmu selamanya..
aku pasti kan kembali, pada dirimu.. tapi kau jangan nakal, aku pasti kembali..
aku pasti kembali.........
***

Pukul 06.00 pagi,
Aku terbangun dari tidurku, aku tak bisa berhenti menangis tadi malam, mungkin sebabnya mataku sembab dan layu seperti ini. aku tak mengerti mengapa aku menangisinya. Aku tak mengerti apa yang ku tangisi. Cintanya? Ataukah karna arya yang ingin pergi? Entahlah..aku tak mengerti..Seharusnya aku seneng arya pergi dan gak akan kembali lagi, tapi apa nyatanya? Aku malah seperti ini, seharusnya aku sadar aku sudah mempunyai seseorang kekasih begitupun arya.... Aku juga tak mengerti perasaanku gelisah tadi malam, tadi malam aku juga melihat arya tapi aku , aku tak ingat dia ada di mimpiku? Atau dia datang tadi malam. Yang ku ingat dia datang memakai baju putih dan dia tersenyum padaku, dia memegang tanganku dan berbisik. Jangan sedih, karna arya akan selalu ada dihati kamu. Dan kamu selalu ada di hati arya.. mungkin arya gak akan pernah kembali.
Dret..dret.. hp ku berdering, ternyata ada tlp dari eza aku pun cepat-cepat mengangkatnya..
“sya, udah bangun??’’
“ada apa?gue baru aja bangun.”
“lo udah tau kan arya pergi?”
“iya , gue udah tau dari sari dia yang ngasih tau gue kemaren malem.”
“suara lo kenapa?”
Mungkin suaraku begini adalah efek tangisanku tadi malam , aku tak bisa tidur.. hanya arya yang aku fikirkan tadi malam.
“hah? Suara gue? Gpp, gue lagi sakit tenggorokan biasalah radang.
“bohong, lo pasti abis nangis ya?”
“enggak.” Aku memang berbohong sama eza, karna aku tak ingin kawatir.
“ada apa tlp gue pagi-bagi begini? Tumben?’
“iya, gawat sya penting gawat. Arya barusan aja masuk rumah sakit.”
“apaaa?” aku tersentak kaget dan mataku kini sudah tak mengantuk lagi
“iya udeh lo cepetan mandi. Cepet nanti lo gue anter kerumah sakit gue jemput.”
Aku segera mengakhiri tlp, aku bergegas untuk mandi. Dan setelah aku selesai mandi, dan siap untuk berangkat , tiba-tiba saja terdengar bunyi motor depan pagar rumahku, ku lihat dari jendela ternyata itu eza, aku cepat keluar dan pamit tidak sempet sarapan pagi
“za, ceritain ke gue plis.”
“udah cepet naik , nanti gue ceritaiin di jalan.”
Aku segera naik dan meninggalkan rumah. Aku pergi dengan hati yang cemas, selama di perjalanan aku hanya diam dan diam.
‘’sya, jangan diem aja .”
“jelas aja gue diem.”
‘‘ini adalah bukti kalo lo masih sayang banget sama arya, iya kan?”
“gak. Gue Cuma khawatir” kataku ngeles
“Khawatir? Kalo lo Cuma kawatir, gak akan lo mau pagi-pagi kaya gini disuru kerumah sakit buat liat keadaan arya, padahal lo sendiri udah punya cowok. Tapi lo sendiri malah ngawatirin arya di banding cowok lo”
“jelasin ke gue kenapa arya?”
Hening........ aku tak mengerti kenapa suasana menjadi hening.. keadaan pagi yang dingin ini menusuk tubuhku
“eza?’’ panggilku
“eza, arya kenapa?’’ panggilku sekali lagi cemas
“dia... dia.. “
“dia? Dia kenapa zaa.”
Eza tak juga menjawabnya, setelah setengah jam di perjalanan, tak terasa kita sudah sampai dirumah sakit. Setelah eza memarkirkan motornya, aku dan eza langsung pergi menuju ruang kamar tempat arya dirawat. Aku dan eza melihat teman-temanku sudah rame dan berkumpul di ruang kamar arya, aku tak mngerti mereka semua menangis sampai isek-isekan. Apa yang terjadi? Aku tak mengerti . tiba-tiba saja ditengah kerumunan mereka yang sedang menangis, aku melihat seseorang memakai baju putih keluar dari arah pintu kamar rumah sakit tempat arya dirawat. Aku diam dan tak menghampiri seseorang itu. Ku lihat eza sudah tidak ada disampingku. Aku seperti mengenalnya, wajahnya pucat, lesu, dan dia tersenyum kepadaku. Dia itu arya? Apa dia itu arya? Dia tersenyum padaku? Tapi aku heran mengapa mereka semua masih menangis? Sedangkan arya? Dia baru saja kluar dari arah pintu dan tersenyum padaku.... tiba-tiba saja saat aku ingin menghampiri seseorang itu, seseorang itu hilang? Hilaaaang????? Iya, tiba-tiba saja hilang. Aku tak mengerti kemana bayangan itu pergi.
“natasyaaaa..... “ tiba-tiba ici menghampiriku dan memelukku
“ada apa? kok lo nangis?” tanyaku heran, ici masih saja menangis di pelukanku
“arya syaaa... arya.....gue gk percaya dengan semua ini, padahal waktu kemaren kita abis ngmpul bareng.. gue gsk percaya!”
“arya kenapa? Dia baik-baik ajakan? Barusan gue liat dia keluar kamar dan dia senyum sama gue, tapi anehnya dia langsung pergi dan hilang gitu aja pas gue mau nyamperin dia.. yaa.. barusan .” kataku polos tak mengerti
“apa? “ ici menatapku
“iya seius gue gak boong tuh barusan dia kesana” aku menunjukkan ke arah bayangan itu pergi
“arya itu udah gak ada natasya, dia pergi ninggalin kita semua.. bukan untuk pergi dan tinggal di lampung, tetapi dia pergi untuk selamanya.”
“gue gak ngerti, jelas-jelas gue barusan liat dia.”
“ikut gue,” di tariknya tanganku masuk ruang kamar arya
“lihat,dia udah gak ada, gue gak sanggup dengan semua ini.”
“aryaaaaa... aku menghampiri arya yang terbaring lemas dan kaku, juga pucat dan tangannya begitu dingin.”
“arya, bilang ke gue kalo ini gak bener. Aryaaa buka mata lo, bilang kalo ini gak bener. Kenapa lo gak mau buka mata lo , aryaaa plis.” Aku tak bisa menahan tangis
“arya, plissss arya gue mohon, jangan ninggalin natasya dengan cara seperti ini natasya gamau ditinggal arya, natasya sayang banget sama arya. Arya bilang, kalo ini bohong, tangan arya dingin banget, arya sakit? Arya kedinginan? Tadi arya baru aja senyum ke natasya aryaaa bangun.”
Saat itu aku tak bisa menahan tangis, tangan arya saat itu dingin banget semua itu bisa ku rasakan. Tetapi dokter langsung membawanya, ku lihat terakhir kali arya tersenyum padaku, ini mimpi? Katakan ini mimpi padaku.
“natasya?’’ seseorang menarik tanganku, entah itu siapa dia langsung memelukku
“ikhlasin dia natasya, dia udah gak ada jangan menangis terus, ikhlasin dia.”
Aku tak bisa menahan tangis, aku sekarang rapuh, aku tak bisa apa-apa dengan kenyataan pahit ini. batinku
“ikhlasin dia natasya, ini semua demi kebaikannya.” Aku masih terhanyut dalam susana dan juga didalam pelukan seseorang itu, ketika aku membuka mata ternyata seseorang itu adalah aka, pacarku yang juga ada disana.. menyaksikan itu semua
“ayok kita keluar, aka jelasin semuanya.”
Teman-temanku masih saja menangis, dan juga ku lihat eza sepertinya dia juga sangat terpukul. Aku mengerti perasaan eza, dan juga teman-temanku semuanya.
Ternyata, aka membawaku ke kursi taman belakang rumah sakit.
“aka udah denger semuanya sayang.”
“maafin natasya, maafin natasya.” Kataku pelan
“gk usah minta maaf, justru aka yang minta maaf sama kamu. Mungkin kalo kamu denger ini semua kamu nantinya bakalan benci dan marah sama aka, pacar kamu.”
“kenapa kamu ngomong gitu?” tanyaku tak mengerti
“kamu tau? Kamu ingat 6 bulan yang lalu pas arya pergi ninggalin kamu tanpa pamit?”
“iya aku ingat?”
“dia itu pergi ninggalin kamu karna dia sakit, bukan karna dia sekolah di pesantren juga. Dia Cuma nyari alesan yang masuk akal.Selama itu dia pergi untuk berobat kesana-sini. Tapi itu semua gagal. Pengobatan itu sempat berhasil, tetapi tidak berlangsung lama.”
Hening..... aka melanjutkan ceritanya
“selama dia pergi untuk tinggal di lampung, dia bilang kalo dia pindah ke pesantren.. padahal tidak sayang.. dia pergi bersama orang tuanya untuk berobat. Dia punya penyakit jantung. Kemaren pas kamu main sama dia sama teman-teman kamu ,mungkin saat itu keadaan arya sudah pulih tetapi , arya drop dan harus pulang dan pindah ke lampung selama 3 tahun untuk menjalani pengobatan. Orang tuanya arya terpaksa pindah kesana, karna tidak mungkin bolak-balik dengan kondisi arya seperti itu lampung-jakarta itu lumayan jauh.”
“selamaya 6 bulan, arya menitipkan kamu ke aku. Karna aku sahabat baik arya sejak kecil. Hanya aku yang tau tentang penyakitnya,selain keluarganya sel. Maafkan aku, natasya... seharusnya dari awal aku jujur sama kamu. Pas kita jadian tanggal 26 kemarin, arya mengetahui kabar itu. Awalnya aku gak enak sama dia, tapi aku bener-bener sayang dan tulus sama kamu itu semua aku lakuin untuk ngejagain kamu. Pas arya tau kita jadian, dia pesen sama aku , supaya kamu suatu saat nanti dia udah gak ada, kamu harus bisa ngikhlasin dia. Ini semua demi kebaikannya natasya.ini semua udah ada yang ngatur”
“Tadi aku juga menemaninya sbelum ajal menjemputnya. Dia berpesan padaku sayang, katanya dia minta maaf sama kamu dan teman-teman kamu juga. Karna dia gak mau buat kamu sedih juga semuanya. Tadi aku juga udah cerita ke semua teman-teman kamu dan tadi aku suruh eza jemput kamu. Maafin aku terlambat ngasih tau kamu.”
Tangisku semakin tak terkendali, aku tk bisa menahan semuanyaa.... ini semua telah berakhir, dan akupun kini harus membuka hatiku untuk orang lain
“ aku gak marah sama kamu, aku juga ngerti kalo misalnya aku ada di posisi kamu saat itu. Aku ikhlasin , walaupun aku masih sakit dan sangat terpukul.”
“ya, seharusnya kamu bersikap seperti itu sayang, itu semua udah tuhan yang atur. Kita sebagai umatnya hanya bisa sabar, ikhlas, dan menerima.”


Tuhan... jika ini semua sudah menjadi jalan takdirku,aku ikhlas Tuhan...
Tabahkan aku , berilah tempat yang nyaman disana buat Arya Tuhan...
Sayangi dia, dan meskipun Arya sudah tidak ada di dunia ini. tapi aku masih tetap menyayanginya... sampai nanti ku menutup mata...

Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/08/cerpen-cinta-sedih-semua-tentang-kita.html#ixzz2P2Iwh9vB

Dari Sebuah Diary Hati

Dari Sebuah Diary Hati
Cerpen karya Andri Rusly

               “Tak Kan Pernah Ada” masih mengalun dari MP3-nya Andre. Mulutnya ikut komat-kamit mengikuti irama lagunya Geisha. Hmm, kelihatannya Andre begitu menjiwainya. Kenapa nih anak jadi termehak-mehek begini ya? Memang ada yang lain dalam diri Andre. Setelah setahun persahabatannya dengan Rere berjalan. Susah senang dilaluinya bersama. Rere memang sahabat yang baik dan manis. Mang begitu kok kenyataannya. Bukannya Andre berlebihan dalam menilainya. Sahabat yang di saat duka selalu menghibur dan di saat suka selalu hadir tuk berbagi tawa. Rere pernah bilang kalo semua saran Andre selalu diturutin dan begitupun sebaliknya. Pokoknya di mana ada Andre di situ ada Rere. Begitulah hampir setiap ada kesempatan mereka selalu pergi bersama-sama. Gak ada pikiran yang “aneh”. Gak ada perasaan apa-apa termasuk cinta!.

               Tapi kenapa Rere sampai saat ini belum juga punya cowok ? Padahal kalo dipikir-pikir Rere gak sulit untuk mendapatkan cowok. Mang sih Rere adalah tipe cewek yang sulit jatuh cinta. Gak sembarangan Rere menilai seorang cowok. Ya memang, inilah yang membuat Andre takut. Takut perasaannya hanya akan menjadi permainan waktu semata. Waktu yang entah sampai kapan akan membuat Andre terombang-ambing oleh cinta. Apakah ini cinta? Ya, ini adalah cinta. It must have been love kata Roxette. Ah, Andre terus memendam perasaannya. Sampai-sampai suatu ketika Andre dikecam oleh perasaan cemburu. Perasaan yang dulu gak pernah ada kini muncul. Cemburu saat Rere menceritakan kalo ada cowok yang naksir padanya. Apakah cemburu pertanda cinta? Kata orang cemburu tidak mencerminkan rasa cinta tapi mencerminkan kegelisahan. Aduh, Andre makin ketar-ketir aja dibuatnya. Andre benar-benar gelisah. Lama-lama tersiksa juga batinnya. Ada keinginan yang harus diutarakan. Tentang masalah perasaan Andre yang gak karuan tentang Rere. Cuma gak ada keberanian. Andre takut kalo Rere membencinya. Ini gak boleh terjadi.

               Kemudian akhirnya Andre berusaha untuk melupakannya tapi gak bisa, malah rasa sayang yang semakin membara. Apakah salah kalo Andre ingin menjalin hubungan yang lebih hangat bukan hanya sebagai seorang sahabat? Hmm, Andre harus berani. Harus berani ambil segala resikonya.

               “Rere, aku mencintaimu” kata Andre akhirnya setelah sekian lama dipendamnya. “Aku akan serius ma kamu dan mau menyayangimu seutuhnya”.

               Ia pandangi wajah Rere. Gak ada amarah di wajahnya yang ada hanya tangis. Ups, Rere menangis. Andre makin bertanya-tanya. Baru kali ini Andre melihat Rere menangis.

               “Kenapa Re? Apa kata-kata ku nyakitin perasaan kamu?”

               Rere menggeleng. Sambil masih terisak ia coba menjelaskan ke Andre. Andre siap mendengarkan jawaban Rere. Apapun itu meskipun kata “tidak” sekalipun. Dan benar juga, kata tidak yang terlontar dari mulutnya. Ya, Andre harus menerimanya. Sepeti kata Eric Segal dalam bukunya, “Cinta berarti kamu takkan sekali saja melafalkan kata sesal”. Rasanya dada terasa mau jebol, gerimis serasa hujan badai. Sepinya malam itu terasa lebih sunyi seolah hanya mereka berdua saja di alam ini. Tak ada suara hewan atau serangga yang meramaikan bumi.

               “Maafin aku ya, Ndre?” tangan Rere menggenggam jemari Andre. Andre terdiam. “Kamu pasti kecewa ma jawabanku, ya? Tapi itu bukan berarti aku gak ada ‘rasa’ ma kamu. Aku hanya takut perasaan ini hanya ilusi aja”.

               “Re, Jika cinta ini beban biarkan aku menghilang. Jika cinta ini kesalahan biarkan aku memohon maaf. Jika cinta ini hutang biarkan aku melunasinya. Tapi jika cinta ini suatu anugerah maka biarkanlah aku mencintai dan menyayangimu sampai nafas terakhirku” Andre tetap gak yakin akan perasaannya. Andre merasa Rere akan meninggalkannya selamanya. Kemudian dipeluknya Rere erat-erat. Dibelainya rambutnya dengan penuh kasih sayang.

               “Aku gak mau kehilangan sahabat yang begitu baik” kata Rere masih dalam pelukan Andre. “Biarlah hubungan kita tetap terjalin bebas tanpa terbatas ruang dan waktu. Lagipula perjalanan cinta kita nantinya bakal abadi, atau malah putus di tengah jalan? Persahabatan bisa jadi awal percintaan tapi akhir dari suatu percintaan kadang malah menjadi permusuhan. Dan aku gak mau itu terjadi pada kita, Ndre”

               Andre mulai merenungi kata-kata Rere. Dilepaskannya pelukannya kemudian dipandanginya wajah Rere dalam-dalam. Ternyata Andre masih bisa menikmati senyum manis Rere. Masih bisa merasakan sejuknya tatapan Rere. Ia gak mau kehilangan semuanya itu.

               “Aku rela menjadi lilin walau sinarnya redup tapi gak habis dimakan api bisa memberi cahaya dan menerangi hatimu” kata Andre sambil menyeka air mata di pipi Rere.

               “Iya, Ndre. Soalnya hati hanya dapat mencintai sekejap. Kaki cuma bisa melangkah jauh dan lelah. Busana tak selamanya indah dalam tubuh. Tapi memiliki sahabat sepertimu adalah keabadian yang tak mungkin kulupakan” begitu pinta Rere disambut senyum Andre. Mereka saling berpelukan lagi. Tanpa beban tanpa terbatas ruang dan waktu. Hmm… apa bisa Andre menyimpan rapat-rapat perasaannya berlama-lama ? Only time will tell…
*****
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen Cinta / Cerpen Persahabatan dengan judul Cerpen Cinta dan Persahabatan: Dari Sebuah Diary Hati. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://cerpen.gen22.net/2012/06/cerpen-cinta-dan-persahabatan-dari.html. Terima kasih!

SEBUAH JANJI

Sebuah Janji

Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”
 
“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
 
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
 
“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
 
“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
 
Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

Dear wina,
Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.

“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.
***


By : Rai Inamas Leoni
TTL : Denpasar, 08 Agustus 1995
Sekolah : SMA Negeri 7 Denpasar
Blog : raiinamas.blogspot.com
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen Persahabatan dengan judul Cerpen Persahabatan: SEBUAH JANJI. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://cerpen.gen22.net/2012/01/cerpen-persahabatan-sebuah-janji.html. Terima kasih!

Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/01/cerpen-persahabatan-sebuah-janji.html#ixzz2P2HFlgMQ

You Are My Destiny




Langit tampak mendung, sepertinya akan turun hujan. Pandanganku beralih pada seorang cowok yang berdiri dekat pintu. Cowok berkulit putih dan berbadan cukup tinggi namun sedikit kurus. Tara,itulah namanya. Aku mengenalnya sejak lama, namun dia tak mengenalku. Hanya sejak kita masuk SMA yang sama dia jadi kenal padaku.
 

Namaku Nira Revita, biasa di panggil Rita.
"hey, ngelamunin apa sih?"suara itu mengagetkanku. Suara sahabatku, Zahfa.
"eeh, gak kok"jawabku dg agak gugup.
"kamu gk pulang Rit? udah mau hujan loh"
"aku nunggu jemputan zah, kamu duluan aja gak apa2"
"kenapa gak bareng si Tara aja sih,arumah kalian kan searah"
"gak zah,atakut ngerepotin dia"
"oo ya udah duluan ya?"
Aku hanya menganggukkan kepala.
***
Keringat membasahi tubuhku, ku rapikan segera perlengkapan untuk kegiatan persami di SMA baruku.
Jangan sampai aku telat dan kena hukuman dari kakak-kakak osis.Tapi harapanku sia-sia, baru saja ku melangkahkan kaki masuk ke sekolah kakak-kakak osis sudah menunggu di pintu dengan wajah yang kelihatan marah.
"cepat masuk! Niat ikut kegiatan ini gak sih? Gak disiplin banget datang telat!" kata salah seorang dari mereka.
"iya kak, maaf saya telat" jawabku.
           Setelah terbebas dari kemarahan mereka aku segera masuk menemui zahfa yang kebetulan satu regu denganku.
           Acara persami berjalan dengan lancar, tiba waktunya kita untuk pulang ke rumah masing-masing. Aku menunggu ayah menjemputku, Ku lihat Tara yang berjalan dengan lemas dan wajah yang pucat. mungkin dia kelelahan karena semalam dia kena hukuman gara-gara anggota kelompoknya banyak yang melanggar peraturan.
           Dia duduk tak jauh dari tempatku berada, tiba-tiba ada yang membasahi pipiku. Apa, air mata? Aku menangis, tapi mengapa aku menangis? Aku menangisi keadaan Tara yang spt itu.
Apa artinya ini?
***
Setelah kejadian hari itu aku merasa ada yang berbeda pada diriku ketika melihat Tara, ada getaran, ada perasaan lain di hatiku. mungkinkah aku jatuh cinta padanya?
Jantungku berdegup kencang ketika di dekatnya, dan aku merasa rindu jika dia tak ada. Tapi apakah ini perasaan yang benar? baru pertama kali ku rasakan perasaan seperti ini.
Seminggu berlalu dan perasaanku semakin tak menentu.kali ini ku benar-benar yakin bahwa aku jatuh cinta pada Tara.dialah cinta pertamaku. Namun betapa kecewanya diriku ketika tau bahwa tara ternyata telah memiliki seorang kekasih. Aku benar-benar patah hati saat itu.
            Sahabat baikku, fita menyuruhku untuk sabar namun meski begitu aku tak pernah bisa melupakan tara.aku begitu menyayanginya. Hingga 3 bulan berlalu aku mendengar berita bahwa tara sudah putus dengan pacarnya, betapa bahagianya aku mengetahui hal itu.entah karna apa tiba-tiba saja aku dan tara menjadi sangat akrab. Aku dan tara jadi lebih sering ngobrol dan bercanda lewat sms. Namun aku tetap tak pernah berani mengungkapkan apa yg sesungguhnya aku rasakan pada Tara. Aku hanya mampu memendam perasaan cinta ini dalam hatiku.
Hingga suatu ketika kecerobohankulah yg mengungkap rahasia itu.
            Salah seorang temanku tidak sengaja membaca coretan di Diaryku bahwa aku menyukai tara. Entah apa yang dia lakukan sehingga Tara kemudian tau hal itu dan dia menjauhiku. Aku sangat menyesal mengapa aku begitu ceroboh meletakkan buku itu di atas meja dan meninggalkannya begitu saja sehingga ada orang lain membacanya. Kini hubunganku dengan Tara tidak lagi seperti kemarin-kemarin, dia terlihat menghindari dan menjauhiku. Aku semakin tersiksa dengan perasaanku sendiri. Apa yg kini harus ku lakukan??
***
             Waktu kelulusan sekolah telah tiba.tak terasa 3th sudah ku menempuh pendidikan di SMA ini, dan selama itu pula rasa cintaku untuk tara masih belum bisa mati. Setelah lulus SMA aku meneruskan pendidikanku ke salah satu Universitas Negeri di kota Malang bersama Fita.sedangkan Tara, aku tak pernah tau lagi kabar dan keberadaannya sekarang. Aku berfikir mungkin kami memang tak berjodoh,mungkin Tara dan aku memang tak di takdirkan untuk bersama.
***
"Tiiiit"suara klakson berbunyi. Aku berteriak histeris sambil menutup mata ketika sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju ke arahku.
"kau tidak apa-apa?"tanya seseorang padaku.
"aku tidak a..."bicaraku terhenti ketika ku lihat orang yang sedang bertanya padaku ternyata adalah Tara.
"Ta..ta..Tara??"ucapku terbata-bata.
"heh?Rita kan?"jawabnya.
Aku sangat bahagia akhirnya bisa bertemu Tara lagi. Tara kemudian mengantarku pulang setelah kami saling bertukar nomor handphone.
***
"Drtz..drtz"handphone di saku celanaku bergetar.terlihat nama Tara di layarnya,segera ku tekan tombol buka.
"Ku tunggu di taman sekarang"
Aku loncat-loncat kegirangan membaca sms dari Tara. Segera saja aku ganti baju dan pergi menemui Tara..
(Di Taman)
"Tara mana ya?"gumamku dalam hati. Tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang.
"Rita,aku punya kejutan buat kamu"Suara yang sangat ku kenal.iya,itu suara Tara.
Dia menuntunku hingga ke suatu tempat dan melepas tangannya dari mataku.
Seakan tidak percaya dengan apa yg baru saja ku lihat,aku mengucek-ngucek mataku. Dan ternyata aku tidak menghayal, di sekelilingku terdapat banyak lilin dan Tara, ia tersenyum manis padaku.
"Rita, aku ingin mengakui sesuatu. Aku minta maaf selama ini aku nggak bisa jujur sama perasaanku sendiri. sebenarnya dari dulu aku sayang sama kamu tapi aku gak bisa ungkapin semua itu karna aku takut bakal nyakitin kamu.dan sekarang kita ketemu lagi, aku yakin kalau aku bener-bener sayang sama kamu dan takdirlah yang mempertemukan kita.
“Rita,Maukah kamu menjadi bagian dari hidupku dan temani aku hingga masa tuaku?"
"Tara... Aku juga sayang sma kamu."
"jadi,kamu mau?"
"iya,aku mau"
Aku sangat bahagia mendengar ucapan tara. Tara menyatakan cinta padaku,
Aku selalu berfikir kalau Tara bukan takdirku, dia bukan jodohku. tapi ternyata ku salah! dia adalah cinta pertama dan juga cinta terakhirku. Dialah orang yang menjadi pelengkap dalam hidupku, tulang rusukku, cinta sejati dalam hidupku.

~THE END~


Profil Penulis
Nama : Ni’matul Khoiriyyah
Nama Pena : Ranti Anastasya
Tanggal lahir : 14 Agustus 1996
Pekerjaan : Pelajar
Facebook : Ayra Nirmala Raya Pratiwi
Mohon Kritik dan sarannya yaa
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen Cinta Romantis dengan judul Cerpen Cinta: You Are My Destiny. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://cerpen.gen22.net/2012/11/cerpen-cinta-you-are-my-destiny.html. Terima kasih!

I Love U , Good Bye

Oleh Bella Danny Justice

Aku memandangi foto tersebut beberapa saat. “Hanna, i’ll keep you on my mind... we will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan memegang erat selembar foto di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.

“Hanna!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.


“aku tidak tau mengenai Hanna semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kau baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Hanna 2 tahun yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan kalian. Karena itu kah kau meninggalkan Hanna ke Paris ?” Celotehan Irina membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan lebih melukai Hanna.

“Irina, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Hanna, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kau tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Irina menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Irina?!”

Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kau hanya mencintainya Evan?! Aku menyukaimu lebih dari Hanna!! Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Hanna berikan kepadamu Evan!” ucapan Irina membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumahnya.

Tampaknya datang pada Irina adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Hanna sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.

Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Hanna biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang Hanna tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan jejak.

Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Hanna akan datang dan tersenyum kepadaku. Hanna, aku harus menjelaskan padamu alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi di mana dirimu saat ini?

Ckrek!

Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.

“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.

Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.

“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.

Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan Hanna. Kehadiran wanita bernama Kelly yang mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Hanna. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Hanna, aku harap kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.


“jadi kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini, tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Kelly adalah tipe yang periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.

“jika aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara memperkenalkan Hanna dengan Christie.” Aku tak mampu meneruskan ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Kelly untuk melanjutkan ceritaku. “Christie adalah wanita asal Paris yang di jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku. 3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan Christie diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Hanna. Tapi aku masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya.”

Wanita itu memegang bahuku dengan kedua tangannya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. “kau laki-laki yang sangat baik Evan. Mendengar ceritamu aku jadi merasa iri terhadap Hanna. Ia beruntung sekali mendapati dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”

“terimakasih Kelly.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.

“sebaiknya kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye Evan.” Lagi –lagi gadis itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti terhipnotis olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan memikirkan Hanna.

Langkah kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat lagi oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang berada di tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba terdengar suara seperti bisikan angin:

“Evan, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”

Suara itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini aku selalu berkunjung ke tempat aku dan Hanna biasa bersama. Aku begitu rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di telingaku.

Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung melesat ke parkiran mobil dan menginjak gas untuk pergi dari tempat itu. Di tengah perjalanan aku teringat kembali akan semacam suara atau bisikan di telingaku tadi saat di pantai. Hanna, dimana dirimu? Aku rasa aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.

Ciiiittttttt...

Hampir saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak pedal rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke penjara. Aku melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika aku keluar mobil aku tidak melihat siapapun. Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam hati penasaran.
 
“Hei! Evan! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
 
“K- Kelly?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah, dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang ia tepat di depan wajahku. Kelly terdiam tertunduk menatap aspal jalanan beberapa saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia merangkulku dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak bertemu dan meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya.

“h-hei, Kelly, ada apa denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena kelakuan wanita satu ini. Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak nyaman ia memelukku. Aku merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku juga tidak enak dengan Hanna.

“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin memelukmu sebentar saja Evan.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku luluh. Aku membalas pelukan Kelly dan membiarkan ia juga memelukku.


“Evan, kemana lagi kita harus mencari Hanna? Kita sudah mengunjungi rumah tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar namun tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat ini.” aku mendengar suara Kelly yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia bertanya padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena aku masih teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada bicara Kelly ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.

“Aku tau Evan, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu disana saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.

Sesampainya kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Kelly duduk di atas pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru luas yang indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.

“Hanna, ah maksudku Kelly... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8 malam?” senatural mungkin aku bertanya pada Kelly agar ia tidak curiga. Entah mengapa aku ingin menanyakan hal ini.

“ah, jam 8 kalau tidak salah aku menelfonmu tetapi handphone-mu sepertinya tidak aktif. Memangnya ada apa Evan?” wanita itu menjawab pertanyaanku sambil memotret objek-objek di sekitarnya.

Apa?! Lalu siapa yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku berharap Kelly tidak menyadari keterkejutanku.

Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Evan, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”

“baiklah.” Kataku sekenannya.

Melihat kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang diambil oleh Kelly. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil potretannya bagiku begitu memukau.

“hei, kau sedang apa? melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah pasti Kelly. Rupanya ia kembali dalam waktu yang sangat singkat, padahal aku belum menemukan fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh foto lainnya.

Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
 
“haha Evan kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus banyak belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali mengambil gambar di sekitarnya.

“Evan, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.

“baiklah, terserah kau saja.”

Ckrek!

“waaah Evan, lihat!” Kelly menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk berkenalan denganmu haha.”

“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Kelly.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.

“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.

Bersama dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana Tuhan untukku? Apa aku harus melupakan Hanna dan memulai kehidupan yang baru dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.

Bagaimana jika ketika aku sudah memilih Kelly, tiba-tiba Hanna muncul dan kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana. Aku tidak ingin melukai hatinya lagi.

“Evan, aku akan bahagia jika kau bersama Kelly. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”

Suara bisikan itu lagi! “Kelly, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.

“suara apa Evan? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”

“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??


Nada dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa yang menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.

“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.

“astaga Evan, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan dengan intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini tidak salah lagi adalah milik Kelly.

“ah Kelly, berhenti mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelfon pagi-pagi? Tidak biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang cukup keras mataku bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di telingaku.

“aku sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama kali aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah selesai aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau segera mandi karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti haha.”

“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”


“Evan, Kelly is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita asal Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James. Tetapi berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di Jerman, ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus untuk menemaniku.

Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku. “i’m happy you already moved on from Hanna.”

“i’ve never tried to do that Aunty. Hanna will always be in my mind.” Ujarku menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Kelly.

“Don’t deny Evan. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.

Perkataan Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang aku rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.

“hei Kelly, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.

“oh h-hai Evan, tidak juga.” Suara Kelly terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.

Aku baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya. Aku pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau cetak? Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum kepadanya.

“ah i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Kelly langsung merogoh-rogoh ke dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto itu tidak ada. “mmm.. maaf Evan, aku rasa aku meninggalkannya di tempat cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa melihat dari bahasa tubuh Kelly yang canggung dan bersikap tidak seperti biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku mengetahuinya.

“tidak perlu Kelly!” pekikku cukup keras karena wanita itu sudah berada di ambang pintu dan bersiap pergi. “sini, duduklah dulu.” Kataku sambil menepuk-nepuk sofa.

Ia berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Kelly, tatap aku!” perintahku. Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.

Gadis itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar dengan jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku berbohong Evan. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”

Aku mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Kelly berbohong? Ini hanyalah foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku mendapatkan benda yang kucari.

Terdapat 2 lembar foto dan foto yang pertama kulihat adalah foto aku dan Kelly saat di pantai kemarin. Kelly terlihat cantik dan begitu ceria di foto tersebut. Hal apa yang harus ia khawatirkan sampai-sampai ia berbohong padaku? Aneh sekali pikirku.

Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan Kelly bersikap begitu. Aku tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar shock. Jantungku berhenti berdetak dan seluruh syarafku mati selama beberapa saat. Aku tidak tau apakah ini editan semata atau foto asli sungguhan.

“Kelly, tolong jelaskan padaku. Kau yang mengedit fotoku, iya kan Kelly?!” aku menaikkan nada bicaraku terhadapnya karena foto ini memang sulit dipercaya.

“tidak Evan. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya bisa seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku merasa bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap kelewatan kepada wanita ini.

Aku memeluknya dalam sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak seperti ini. Mungkin perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh menyangkalnya. Aku tidak boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak akan mampu merasakan kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.

“maafkan aku Kelly. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya... ini sulit sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku melepaskan pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang matanya lekat-lekat. “aku menyukaimu Kelly. Sungguh. Ini nyata perasaanku yang sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali ini percayalah. Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa bayangan Hanna memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku. Senyumanmu memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu selalu menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Hanna. Aku jujur dengan ucapanku Kelly.”

Ia berhenti menangis dan menatapku. Tatapan matanya tampak sedang mencari-cari kejujuran didalam mataku. Tiba-tiba saja wanita itu merangkulku erat sekali.

“akhirnya kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Evan. Maaf aku menggunakan tubuh Kelly untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi dengannya. Satu saja permintaanku Evan, aku ingin kau dan Kelly datang ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Hanna!

“tidak, Hanna, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.

“Evan, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata mendengar perkataan Hanna. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah terjadi?

“tunggu! Hanna, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Kelly yang berisikan roh Hanna.

“a-aku... meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap bisa melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin merindukanmu yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan aku tidak ada orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku wanita yang aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan memandangku sinis. Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku menjatuhkan diri dari lantai 5 gedung asramaku. Evan, aku malu sebenarnya menceritakannya padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus tau. Aku tidak ingin membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku yang bahkan sudah tiada.” Kelly, melalui dirimu aku dapat melihat tatapan sedih Hanna. Aku bisa merasakannya.

“Hanna, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.

“aku akan menyampaikannya pada Kelly. Aku harus pergi Evan. I love you, goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Kelly kemudian terkulai lemas, pingsan di atas sofa.


Jumat, 11 November 2011 - Denpasar, Bali

Aku dan Kelly saat ini berada di tempat, di mana Hanna dimakamkan. Ternyata setelah meninggalnya Hanna, orangtuanya kembali ke kampung halamannya di Manado. Aku tak dapat bersua. Aku masih belum menyangka nisan di hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan lengkap nama “Hanna Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap ini adalah Hanna Isabel Maria yang lain, bukan Hanna yang ku cintai.

“Evan, cepat letakkan bunga melati putih itu. Hanna pasti sudah menunggu momen ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Kelly yang berdiri di sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Hanna.

Tanganku gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak mampu menghadapi kenyataan ini. Tetapi Kelly menggengam tanganku. Ia membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Hanna yang tertinggal di dalam diriku.

Aku mengeluarkan selembar foto dari dompetku dan menaruhnya di dekat bunga melati putih itu. Ya, foto yang ku taruh adalah hasil jepretan Kelly yang membuatku tersentak kaget. Foto itu adalah fotoku saat pertama kali aku dan Kelly bertemu. Ia memotretku dari belakang, dan ternyata terdapat sosok bayangan Hanna yang cukup jelas di dalam foto tersebut setelah dicetak. Ia terlihat sedang duduk di sampingku, dan yang membuatku lebih terkejut yaitu ia tampak seperti mencium pipiku. Saat pertama kali melihatnya aku meneteskan air mata karena begitu tak percaya. Namun, biar bagaimanapun itu adalah kenyataannya.

“Kelly, tetaplah bersamaku dan jangan pernah meninggalkan aku. Karena apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan erat. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam hidupku. Cukup sekali aku berbuat kesalahan dan tak akan aku mengulanginya.

“Evan, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.

Hanna, you never really left. I’ll always remember you. I can’t forget you or erase you from my heart. I’m able to get my happiness with Kelly, and i hope you’re smiling seeing us from up there.


I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)


DE END



Twitter : @bellajusticee
Fb : Bella Justice
Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/10/cerpen-cinta-sedih-i-love-you-goodbye.html#ixzz2P2GBAeGF